Asal Mula Suku Bangsa Batak
Tidak ada bukti kuat mengenai sejak kapan nenek moyang orang
Batak mendiami wilayah Sumatra. Akan tetapi penelitian antropologi menunjukkan
bahwa bahasa dan bukti-bukti arkeologis yang ada membuktikan hijrahnya penutur
bahasa Austronesia dari Taiwan ke Indonesia dan Filipina. Ini terjadi sekitar
2.500 tahun silam. Bisa jadi mereka adalah nenek moyang suku bangsa Batak.
Tidak adanya artefak zaman Neolitikum yang ditemukan di
wilayah suku Batak membuat para peneliti menyimpulkan bahwa nenek moyang suku
Batak baru hijrah ke Sumatra Utara pada zaman logam. Selain itu,
pedagang-pedagang internasional dari India mulai mendirikan kota dagang di
Sumatra Utara pada abad ke-6.
Mereka berinteraksi dengan masyarakat pedalaman, yakni orang
Batak dengan membeli kapur-kapur barus buatan orang Batak. Kapur barus buatan
orang Batak dikenal bermutu tinggi.
Konsep Religi Suku Bangsa Batak - Debata Mulajadi Na Bolon
Di daerah Batak atau yang dikenal dengan suku bangsa Batak,
terdapat beberapa agama, Islam dan Kristen (Katolik dan Protestan). Agama Islam
disyiarkan sejak 1810 dan sekarang dianut oleh sebagian besar orang Batak
Mandailing dan Batak Angkola.
Agama Kristen Katolik dan Protestan disyiarkan ke Toba dan
Simalungun oleh para zending dan misionaris dari Jerman dan Belanda sejak 1863.
Sekarang ini, agama Kristen (Katolik dan Protestan) dianut oleh sebagian besar
orang Batak Karo, Batak Toba, Batak Simalungun, dan Batak Pakpak.
Orang Batak sendiri secara tradisional memiliki konsepsi
bahwa alam ini beserta isinya diciptakan oleh Debata Mulajadi Na Bolon (Debata
Kaci-kaci dalam bahasa Batak Karo).
Debata Mulajadi Na Bolon adalah Tuhan Yang Maha Esa yang
memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam
Debata Natolu, yaitu Siloan Nabolon (Toba) atau Tuan Padukah ni Aji (Karo).
Menyangkut jiwa dan roh, orang Batak mengenal tiga konsep
yaitu sebagai berikut.
Tondi, adalah jiwa atau roh seseorang yang sekaligus
merupakan kekuatannya.
Sahala, adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki
seseorang.
Begu, adalah tondi yang sudah meninggal.
Konsep Ikatan Kerabat Patrilineal Suku Bangsa Batak
Perkawinan pada orang Batak merupakan suatu pranata yang
tidak hanya mengikat seorang laki-laki atau perempuan. Perkawinan juga mengikat
kaum kerabat laki-laki dan kaum kerabat perempuan.
Menurut adat lama pada orang Batak, seorang laki-laki tidak
bebas dalam memilih jodoh. Perkawinan antara orang-orang rimpal, yakni
perkawinan dengan anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya, dianggap ideal.
Perkawinan yang dilarang adalah perkawinan satu marga dan perkawinan dengan
anak perempuan dari saudara perempuan ayahnya.
Kelompok kekerabatan orang Batak memperhitungkan hubungan
keturunan secara patrilineal, dengan dasar satu ayah, satu kakek, satu nenek
moyang. Perhitungan hubungan berdasarkan satu ayah sada bapa (bahasa Karo) atau
saama (bahasa Toba). Kelompok kekerabatan terkecil adalah keluarga
batih(keluarga inti terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak).
Dalam kehidupan masyarakat Batak, ada suatu hubungan
kekerabatan yang mantap. Hubungan kekerabatan itu terjadi dalam kelompok
kerabat seseorang, antara kelompok kerabat tempat istrinya berasal dengan
kelompok kerabat suami saudara perempuannya.
Tiap-tiap kelompok kekerabatan tersebut memiliki nama sebagai
berikut.
Hula-hula; orang tua dari pihak istri, anak kelompok pemberi
gadis.
Anak boru; suami dan saudara (hahaanggi) perempuan kelompok
penerima gadis.
Dongan tubu; saudara laki-laki seayah, senenek moyang,
semarga, berdasarkan patrilineal.